Apa Itu Virtual Police?
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, Virtual Police adalah upaya Korps Bhayangkara untuk memberikan edukasi kepada publik agar tidak menyebarkan konten yang diduga melanggar hukum.
Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada pelanggaran pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus.
Virtual Police juga mereka ciptakan untuk menjaga kamtibmas di ruang digital. Hal tersebut, masuk dalam 16 program prioritas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo nomor lima, yakni pemantapan kinerja pemeliharaan kamtibmas.
Cara Kerja dan Aturan Unit Virtual Police
Cara kerja dari unit Virtual Police sebagai berikut:
- Virtual Police memberikan peringatan kepada akun di media sosial yang diduga melanggar. Hal ini dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat ahli, bukan pendapat subjektif penyidik Polri.
- Saat akun mengunggah tulisan gambar yang berpotensi melanggar pidana. Langkah selanjutnya, petugas akan menyimpan tampilan unggahan itu untuk dikonsultasikan dengan tim ahli yang terdiri dari ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE).
- Jika ahli mengatakan konten tersebut memuat pelanggaran pidana, baik penghinaan atau yang lainnya, langkah selanjutnya adalah diajukan ke direktur siber atau pejabat yang ditunjuk di siber memberikan pengesahan.
- Kemudian Virtual Police Alert dikirim secara pribadi ke akun yang bersangkutan secara resmi.
- Peringatan akan dikirimkan lewat direct message (DM). Sebab, Kepolisian tidak ingin peringatan dari Virtual Police kepada pengguna media sosial ini diketahui pihak lain karena bersifat rahasia.
Diharapkan dengan adanya Virtual Police dapat mengurangi hoaks atau post truth yang ada di dunia maya. Masyarakat dapat terkoreksi, apabila membuat suatu tulisan atau gambar yang dapat membuat orang lain tidak berkenan dan untuk menghindari adanya saling lapor.
Penerapan Virtual Police di Negara Lain
Ahmad Zaenudin dalam artikel Polisi Virtual: Jalan Pintas Indonesia Menuju “Negara Polisi”? menuliskan, bila melihat cara kerja polisi virtual atau Virtual Police di negara lain, maka ini bisa jadi pengekang kemerdekaan rakyat. Sebab, dalam kasus tertentu, Virtual Police akan jadi penentu mana yang boleh disuarakan dan mana yang tidak.
Paling tidak ada dua jenis sensor, yakni “hard censorship” atau sensor keras dan “soft censorship” atau sensor halus, demikian sebagaimana disebutkan oleh David Bamman, dalam studi berjudul “Censorship and Deletion Practices in Chinese Social Media”, yang diterbitkan di dalam jurnal First Mondel Vol. 17 No. 3, Maret 2012.
Yang justru lebih menakutkan adalah “soft censorship” atau sensor halus. Cara kerjanya adalah dengan mengecek konten-konten di media sosial. Selain itu, perusahaan media sosial pun harus ikut melakukan sensor apabila diminta oleh pemerintah.
Salah satu kasus dalam sensor halus ini pernah terjadi di Cina, dengan meninjau semua konten yang diunggah warga di berbagai media sosial ala Cina. Kemudian, menghapus konten yang mengandung kata/kalimat yang tak direstui Beijing, termasuk yang sesungguhnya biasa-biasa saja.
Beberapa kata/kalimat yang dilarang adalah: “Impian Kaisar” (merujuk pada film berjudul Emperor’s Dream tentang korupsi partai nasionalis Kuomintang), Disney (betul, merujuk pada karakter Winnie the Pooh), 1984 (merujuk pada imajinasi distopia yang muncul di novel George Orwell), hingga “kekal”. Tak tanggung-tanggung, Beijing pun pernah mengharamkan huruf “N”.
https://tirto.id/apa-itu-virtual-police-aturan-cara-kerja-dan-kaitan-dengan-uu-ite-gaBQ
Kapan berlakunya Virtual Police?
Polisi virtual telah mulai diaktifkan setelah keluarnya Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021
Berita Terkait Virtual Police
Polisi: Virtual Police di WhatsApp Hanya Saat Ada Laporan
Polri memastikan Virtual Police di WhatsApp hanya dilakukan ketika ada masyarakat yang melaporkan ke polisi. Polisi mengaku menjaga ranah privat pengguna WhatsApp.
“Polri akan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terkait dengan konten WA yang berisi dugaan tindak pidana apabila Polri menerima laporan dari masyarakat,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (17/3/2021).
Ramadhan menegaskan Virtual Police akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait dengan konten yang ada di WhatsApp. Namun, dengan beberapa ketentuan, salah satunya menyertakan tangkapan layar dari konten yang ada di dalam percakapan WhatsApp.
“Apabila Polri menerima laporan dari masyarakat dalam bentuk laporan screenshot atau tangkapan layar dari salah satu anggota grup yang melaporkan akun, yang mem-posting ujaran kebencian SARA,” kata Ramadhan.
Polisi mengatakan juga hanya akan menegur terlapor setelah menerima laporan dari masyarakat. “Jangan sampai ada anggapan bahwa WA grup merupakan tujuan dari patroli siber,” ucap Ramadhan.
Polisi menyatakan sebagian besar masyarakat yang dilaporkan ke Virtual Police telah diberi teguran hingga saat ini.
“Sepanjang ini sudah dilakukan peringatan pertama dan peringatan kedua kemudian setelah dilakukan peneguran mereka rata-rata menghapus posting-an tersebut,” ungkap Ramadhan.
https://news.detik.com/berita/d-5497385/polisi-virtual-police-diwhatsapp-hanya-saat-ada-laporann
Apa Isi Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021?
Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif
1. Rujukan:
a. Undang-Undang 1945
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
f. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
g. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
h. Surat Edaran Kepala Kepolisan Negara Republik Indonesia Nomor SE/8VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana.
2. Sehubungan dengan rujukan di atas dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital, maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
3. Bahwa dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaskud, Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif, dengan memedomani hal-hal sebagai berikut:
A. mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya
B. memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat
C. mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber
D. dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil
E. sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi
F. melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada
G. penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
H. terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme
I. korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali
J. penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan
k. agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.
4. Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri.
5. Demikian untuk menjadi maklum.
Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal: 19 Februari 2021
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Drs Listyo Sigit Prabowo, M.Si
https://news.detik.com/berita/d-5400820/ini-isi-lengkap-surat-edaran-kapolri-soal-penanganan-perkara-uu-ite